Oleh: Mahardika Satria Hadi
mahardika@tempo.co.id
TEMPO.CO - Satu bulan terakhir komunitas muslim di Indonesia ramai membicarakan Islam Nusantara. Keriuhan tersebut muncul setelah Presiden Joko Widodo menyebutkan bahwa paham Islam Nusantara berperan dalam menekan angka konflik antar-umat beragama di Tanah Air. Jokowi mengutarakan hal itu ketika membuka istigosah akbar dan Musyawarah Nasional Alim Ulama di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, 14 Juni lalu.
Jokowi menilai Islam Nusantara merupakan ajaran Islam yang membuat para penganutnya mempunyai sikap toleran. Kondisi ini, menurut Jokowi, tidak dijumpai di negara-negara Timur. Meski didominasi kaum muslim, namun negara-negara di kawasan tersebut kerap dilanda konflik.
"Hampir semua perwakilan negara sahabat selalu bertanya pada saya. Kok bisa penduduk banyak dan beda agama tapi bisa rukun," kata Jokowi ketika itu di hadapan sekitar 40.000 jemaah Nahdlatul Ulama.
Bagi kaum nahdliyin, Islam Nusantara bukan sesuatu yang baru. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siraj mengatakan Islam Nusantara pada dasarnya adalah Islam yang tidak memberangus budaya dan tradisi asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. "Islam Nusantara itu ya Islam-nya Nahdlatul Ulama, yang membudaya dan mewarnai keseharian kehidupan masyarakat," ujarnya, dua pekan lalu.
Said mengatakan pihaknya menggaungkan istilah Islam Nusantara menjelang penyelenggaraan Muktamar NU ke-33 pada 1-5 Agustus 2015 di Jombang, Jawa Timur. Muktamar mengusung tema utama "Memperkokoh Islam Nusantara sebagai perabadan Indonesia". Para muktamirin, kata Said, juga akan membahas tentang hukum mengebom kapal asing yang mencuri ikan, seorang pejabat yang tidak memenuhi janji kampanye, serta menyoroti undang-undang yang dianggap tidak pro rakyat.
Selanjutnya >> Pentingnya Islam Nusantara...